Terbang Lewat Yogyakarta International Airport

Bandara Internasional Yogyakarta atau yang familiar dengan nama YIA, Yogyakarta International Airport, memang masih jauh dari sempurna. Bahkan baru selesai secuil, dari total luas terminal 220.000 m2, baru diselesaikan seluas 12.000 m2 untuk dioperasikan minimum mulai awal Bulan Mei 2019 dengan semua bagian nyaris sementara semua. Mulai tempat parkir kendaraan, ruang ceck in, ruang tunggu, ruang pengambilan bagasi, semua sementara saja, yang akan dibongkar saat seluruh bangunan nantinya selesai.

Dan pada arus balik lebaran tahun ini saya berkesempatan dan memang sangat ingin mencoba terbang lewat YIA, selain penasaran, faktor jarak yang lebih dekat dengan rumah dari pada lewat JOG juga menjadi alasan utama. Hanya sekitar 20 menit jarak rumah saya dari bandara baru ini. Pilihan penerbangan saat itu memang masih terbatas, baru ada lima jadwal reguler per harinya, namun ada penerbangan Batik Air yang terkoneksi ke DJB via CGK. Jadwal dari YIA jam 06.10 dan penerbangan ke DJB dari CGK jam 11.40.

Saya coba cek penerbangan ke BUU (Bandara Muara Bungo) ada penerbangan jam 14.45 atau harus menunggu sekitar tujuh jam di CGK. Akhirnya saya ambil yang ke BUU karena harga tiket juga tidak terpaut jauh jika via DJB. Mending nunggu tujuh jam di bandara dari pada jalan darat enam jam jika turun di DJB, sampai rumah juga kurang lebih sama, pikir saya. Penerbangan langsung ke Muara Bungo dilayani oleh NAM Air dengan jadwal dua kali per hari, jadwal satunya pada pagi hari.

Dengan jadwal 06.10, pukul 04.15 kami berangkat ke YIA. Begitu belok dari jalan nasional dan masuk ke kawasan bandara, terlihat pekerjaan konstruksi di kanan kiri sampai ke gedung terminal, meskipun kurang jelas karena kondisi masih gelap. Setelah pamitan dengan om dan buliknya Nashwa, kami masuk ke dalam untuk ceck in. Pagi itu tidak begitu ramai karena hanya ada dua penerbangan yang hampir bersamaan yaitu ke Jakarta dan Samarinda, dua-duanya oleh Batik Air.

Selepas ceck in kami menunaikan dulu Sholat Subuh lalu naik ke ruang tunggu di lantai satu. Gedung terminal ini terdiri dari tiga lantai, namun baru lantai dasar dan lantai satu yang digunakan, sedangkan lantai dua masih belum selesai.

Ruang tunggu ini sementara saja, yang sebenarnya nanti ada di atasnya, di lantai dua. Dari video animasi yang pernah saya lihat, lantai satu akan digunakan untuk arus penumpang yang datang. Meskipun sifatnya sementara, namun tetap dibuat bagus, layaknya ruang yang sudah permanen, beberapa toko juga sudah ada untuk memenuhi kebutuhan penumpang. Good job untuk pihak Angkasapura 1 selaku pengelola dan PT. PP selaku kontraktor yang sudah bekerja keras siang malam demi proyek ini sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat, meski belum selesai. Anggapan saya jika kondisinya kurang nyaman karena baru selesai secuil, terbantahkan. Oiya, wifinya juga kenceng lho…

Bandara ini cukup unik, karena singkatan nama secara internasional sama dengan three letter code-nya, yaitu YIA. Satu-satunya mungkin di Indonesia. Ndilalah kode YIA kok belum dipakai di bandara manapun, klop. Saat tulisan ini dibuat, YIA semakin ramai karena ada tambahan penerbangan, diantaranya ke Lombok oleh Air Asia dan Makassar oleh Lion Air. Kelak jika sudah selesai semua yang dijadwalkan pada awal tahun 2020, tentu akan semakin ramai karena semua penerbangan dari Bandara Adisutjipto akan dipindah semua. Tinggal aksesnya yang harus dipermudah dari/ke pusat kota Jogja, karena selama ini terbiasa dengan bandara yang sangat dekat dengan pusat kota. Kalau bagi saya sih tidak masalah karena dekat.

Air Asia membuka penerbangan tambahan beberapa hari saat lebaran 2019.

Panggilan boarding terdengar, kami segera ke pintu menuju pesawat. Ini adalah pertama kalinya saya naik Batik Air. Pesawat terisi penuh, termasuk kelas bisnis. Cuma sayang, kami dapat pesawat yang tanpa AVOD. Pesawat berjalan menuju landas pacu dan segera melesat meninggalkan Kulon Progo. Begitu mengudara langsung terlihat pemandangan garis pantai selatan Jawa dengan deburan ombak berwarna putih.

Pukul 07.30 pesawat mendarat di CGK dan apa yang akan kami lakukan untuk mengisi waktu 7 jam ini? Naik sky train alias kalayang, itu yang utama, sisanya kami habiskan dengan makan, main hape dan bengong.

Kami naik sky train menuju terminal 1 lalu turun dan duduk-duduk beberapa lama menghabiskan waktu di stasiun sky train terminal 1 dan kembali lagi ke terminal 2 untuk menunggu penerbangan selanjutnya ke Muara Bungo. Adanya sky train ini sangat membantu bagi penumpang yang ingin pindah antar terminal, lebih cepat dibandingkan dulu yang harus naik bus. Frekuensi sky train ini setiap 13 menit sekali.

Pesawat ke Muara Bungo delay sekitar 30 menit, ini kali pertama saya mendarat di Bandara Muara Bungo. Banyak yang serba pertama di perjalanan kali ini. Di bandara ini rute yang tersedia adalah ke Jakarta oleh NAM Air, ke Jambi dan Kerinci oleh Wings Air serta ke Palembang oleh Citilink.

3 pemikiran pada “Terbang Lewat Yogyakarta International Airport

Tinggalkan komentar